Senin, 16 Oktober 2017

ETIKA PROFESI AKUNTANSI


ETIKA PROFESI AKUNTANSI









Disusun Oleh :
Nama             : Maria Bernadetta Enggar
NPM              : 26214377
Kelas              : 4 E B 0 6

FAKLULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014


ETIKA PROFESI AKUNTANSI

I.            Pengertian Kode Perilaku Profesional
Kode etik profesi merupakan sebagai pegangan umum yang mengikat setiap anggota, serta sutu pola bertindak yang berlaku bagi setiap anggota profesinya. Alasan utama diperlukan dalam tingkat tindakan profesional yang tinggi oleh setiap profesi adalah kebutuhan akan keyakinan publik atas kualitas layanan yang diberikan oleh profesi, tanpa memandang masing – masing individu yang menyediakan layanan tersebut. Kode perilaku profesional terdiri dari : Prinsip – prinsip, peraturan etika, interpretasi atas peraturan etika dan kaidah etika.
II.            PRINSIP – PRINSIP ETIKA IFAC, AICPA & IAI :
a.      PRINSIP – PRINSIP ETIKA IFAC
Kode Etik Prinsip-prinsip Dasar Akuntan Profesional  IFAC sebagai berikut :
1)      Integritas
seorang akuntan professional harus tegas dan jujur dalam semua keterlibatannya dalam hubungan profesional dan bisnis
2)      Objektivitas
seorang akuntan professional seharusnya tidak membiarkan perselisihan, konflik kepentingan, atau pengaruh yang berlebihan dari orang lain untuk mengesampingkan penilaian professional atau bisnis.
3)      Kompetensi professional dan Kesungguhan
seorang akuntan professional mempunyai kewajiban menjaga penghetahuan dan skil professional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien  atau atasan menerima jasa professional yang kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, legislasi dan teknis. Seorang akuntan professional harus bertindak tekun dan sesuai dengan standar teknis dan professional yang berlaku dalam memberikan layanan professional.
4)      Kerahasiaan
seorang akuntan professional harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan bisnis professional dan bisnis tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga, tanpa otoritas yang tepat dan spesifik kecuali ada hak hukum atau professional atau kewajiban untuk mengungkapkan dan seharusnya tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi para akuntan professional atau pihak ketiga.
5)      Perilaku Profesional
seorang akuntan professional harus patuh pada hukum dan peraturan-peraturan terkait dan seharusnya menghindari tindakan yang bisa mendeskreditkan profesi.
b.      PRINSIP – PRINSIP ETIKA AICPA :
1)      Tanggung Jawab
dalam melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai professional, anggota harus menerapkan penilaian professional dan moral yang sensitive dalam segala kegiatannya.
2)      Kepentingan Umum
anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak dengan cara yang dapat melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme.
3)      Integritas
untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat, anggota harus melakukan semua tanggung jawab professional dengan integritas tertinggi
4)      Objectivitas dan Independensi
Seorang anggota harus mempertahankan  objectivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab professional. Seorang anggota dalam praktik publik harus independen dalam penyajian fakta dan tampilan ketika memberikan layanan audit dan jasaatestasi lainnya.
5)      Due Care
seoarng anggota harus mematuhi standar teknis dan etis profesi, berusaha terus menerus untuk menigkatkan kompetensi dan layanan dalam melaksanakan tanggung jawab professional dengan kemampuan terbaik yang dimiliki anggota.
6)      Sifat dan Cakupan Layanan
seorang anggota dalam praktik publik harus memerhatikan Prinsip-prinsip dari Kode Etik Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan disediakan.
c.       PRINSIP – PRINSIP ETIKA IAI
(1)   Tanggung Jawab Profesi.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
(2)   Kepentingan Publik.
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiaasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
(3)   Integritas.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin
(4)   Obyektivitas.
Setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
(5)   Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
(6)   Kerahasiaan.
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
(7)   Perilaku Profesional.
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkn profesi.
(8)   Standar Teknis.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektifitas.
Aturan dan interpretasi etika

Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.


1.    Aturan Etika :
·                 Independensi, Integritas, dan Obyektifitas
·                 Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
·                 Tanggungjawab kepada Klien
·                 Tanggungjawab kepada Rekan Seprofesi
·                 Tanggung jawab dan praktik lain

2.    Interpretasi Etika :
Dalam prakteknya tak ada etika yang mutlak. Standar etika pun berbeda-beda pada sebuahkomunitas sosial, tergantung budaya, norma,dan nilai-nilai yang dianut oleh komunitas tersebut. Baik itu komunitas dalam bentuknya sebagai sebuah kawasan regional, negara,agama, maupun komunitas group. Tidak ada etika yang universal.
Garis Besar Kode Etik dan Perilaku Profesional sebagai berikut :
·                 Kontribusi untuk masyarakat dan kesejahteraan manusia.
·                 Hindari menyakiti orang lain.
·                 Bersikap jujur dan dapat dipercaya
·                 Bersikap adil dan tidak mendiskriminasi nilai-nilai kesetaraan, toleransi, menghormati orang lain, dan prinsip-prinsip keadilan yang sama dalam mengatur perintah
·                  Hak milik yang temasuk hak cipta dan hak paten.
·                 Memberikan kredit yang pantas untuk properti intelektual.
·                  Menghormati privasi orang lain
·                  Kepercayaan

Contoh Kasus :
PT KERETA API INDONESIA (PT KAI)
terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan tahun 2004, diaudit oleh BPK dan akuntan publik. Kemudian, dari hasil pengauditan diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:

Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.

Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik. Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan. Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005
disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak – pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.

Aplikasi kode etik :
Sampai saat ini belum ada seorang auditor yang mendapatkan sanksi pemberhentian praktek audit oleh dewan kehormatan dikarenakan melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan standar profesi akuntansi, namun demikian bukan berarti seorang akuntan dapat bekerja seenaknya.

            Akuntan tidak independen bila selama periode audit dan periode penugasan profesional
   nya, baik akuntan, Kantor Akuntan Publik (KAP), maupun orang dalam KAP memberikan jasa-jasa nonaudit. Hal yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggung jawab untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggung jawab akuntan profesional bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi kerja, tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang ahrus menaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik.

            Oleh karena itu seorang akuntan profesional harus mematuhi prinsip-prinsip fundamental etika akuntan atau kode etik akuntan yang meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kode etik yang disusun oleh SPAP adalah kode etik International Federation of Accountants (IFAC) yang diterjemahkan. Jadi antara kode etik SPAP Indonesia dengan kode etik IFAC internasional tidak ada perbedaan yang signifikan, karena kode etik SPAP memang mengadopsi pada kode etik IFAC.


Sumber :