ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Disusun
Oleh :
Nama : Maria
Bernadetta Enggar
NPM : 26214377
Kelas : 4 E B 0 6
FAKLULTAS
EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014
I.
Pengertian Kode Perilaku Profesional
Kode etik profesi merupakan
sebagai pegangan umum yang mengikat setiap anggota, serta sutu pola bertindak
yang berlaku bagi setiap anggota profesinya. Alasan utama diperlukan dalam
tingkat tindakan profesional yang tinggi oleh setiap profesi adalah kebutuhan
akan keyakinan publik atas kualitas layanan yang diberikan oleh profesi, tanpa
memandang masing – masing individu yang menyediakan layanan tersebut. Kode
perilaku profesional terdiri dari : Prinsip – prinsip, peraturan etika,
interpretasi atas peraturan etika dan kaidah etika.
II.
PRINSIP – PRINSIP ETIKA IFAC, AICPA & IAI :
a.
PRINSIP – PRINSIP ETIKA IFAC
Kode Etik Prinsip-prinsip Dasar Akuntan Profesional
IFAC sebagai berikut :
1)
Integritas
seorang akuntan professional harus tegas dan jujur dalam
semua keterlibatannya dalam hubungan profesional dan bisnis
2)
Objektivitas
seorang akuntan professional seharusnya tidak membiarkan
perselisihan, konflik kepentingan, atau pengaruh yang berlebihan dari orang
lain untuk mengesampingkan penilaian professional atau bisnis.
3)
Kompetensi professional dan Kesungguhan
seorang akuntan professional mempunyai kewajiban menjaga
penghetahuan dan skil professional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau atasan menerima jasa professional yang
kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, legislasi dan teknis.
Seorang akuntan professional harus bertindak tekun dan sesuai dengan standar
teknis dan professional yang berlaku dalam memberikan layanan professional.
4)
Kerahasiaan
seorang akuntan professional harus menjaga kerahasiaan
informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan bisnis professional dan
bisnis tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga, tanpa
otoritas yang tepat dan spesifik kecuali ada hak hukum atau professional atau kewajiban
untuk mengungkapkan dan seharusnya tidak boleh digunakan untuk kepentingan
pribadi para akuntan professional atau pihak ketiga.
5)
Perilaku Profesional
seorang akuntan professional harus patuh pada hukum dan
peraturan-peraturan terkait dan seharusnya menghindari tindakan yang bisa
mendeskreditkan profesi.
b.
PRINSIP – PRINSIP ETIKA AICPA :
1)
Tanggung Jawab
dalam melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai
professional, anggota harus menerapkan penilaian professional dan moral yang
sensitive dalam segala kegiatannya.
2)
Kepentingan Umum
anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak
dengan cara yang dapat melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme.
3)
Integritas
untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan
masyarakat, anggota harus melakukan semua tanggung jawab professional dengan
integritas tertinggi
4)
Objectivitas dan Independensi
Seorang anggota harus mempertahankan objectivitas
dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab
professional. Seorang anggota dalam praktik publik harus independen dalam
penyajian fakta dan tampilan ketika memberikan layanan audit dan jasaatestasi
lainnya.
5)
Due Care
seoarng anggota harus mematuhi standar teknis dan etis
profesi, berusaha terus menerus untuk menigkatkan kompetensi dan layanan dalam
melaksanakan tanggung jawab professional dengan kemampuan terbaik yang dimiliki
anggota.
6)
Sifat dan Cakupan Layanan
seorang anggota dalam praktik publik harus memerhatikan
Prinsip-prinsip dari Kode Etik Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat
jasa yang akan disediakan.
c.
PRINSIP – PRINSIP ETIKA IAI
(1)
Tanggung
Jawab Profesi.
Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
(2)
Kepentingan
Publik.
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiaasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme.
(3)
Integritas.
Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin
(4)
Obyektivitas.
Setiap
anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
(5)
Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional.
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
(6)
Kerahasiaan.
Setiap
anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya.
(7)
Perilaku
Profesional.
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkn profesi.
(8)
Standar
Teknis.
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
objektifitas.
Aturan
dan interpretasi etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi
yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan
dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai
sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan
interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan
semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada
pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga
ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan
pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi,
apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
1. Aturan
Etika :
·
Independensi,
Integritas, dan Obyektifitas
·
Standar Umum dan
Prinsip Akuntansi
·
Tanggungjawab kepada
Klien
·
Tanggungjawab kepada
Rekan Seprofesi
·
Tanggung jawab dan praktik
lain
2. Interpretasi
Etika :
Dalam
prakteknya tak ada etika yang mutlak. Standar etika pun berbeda-beda pada
sebuahkomunitas sosial, tergantung budaya, norma,dan nilai-nilai yang dianut
oleh komunitas tersebut. Baik itu komunitas dalam bentuknya sebagai sebuah
kawasan regional, negara,agama, maupun komunitas group. Tidak ada etika yang
universal.
Garis
Besar Kode Etik dan Perilaku Profesional sebagai berikut :
·
Kontribusi untuk
masyarakat dan kesejahteraan manusia.
·
Hindari menyakiti orang
lain.
·
Bersikap jujur dan
dapat dipercaya
·
Bersikap adil dan tidak
mendiskriminasi nilai-nilai kesetaraan, toleransi, menghormati orang lain,
dan prinsip-prinsip keadilan yang sama dalam mengatur perintah
·
Hak milik yang
temasuk hak cipta dan hak paten.
·
Memberikan kredit yang
pantas untuk properti intelektual.
·
Menghormati
privasi orang lain
·
Kepercayaan
Contoh Kasus :
PT
KERETA API INDONESIA (PT KAI)
terdeteksi
adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk
penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini
juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga
terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan
BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila
diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar
Rp63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur
Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen
Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan
tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK),
sedangkan tahun 2004,
diaudit oleh BPK dan akuntan publik. Kemudian, dari hasil pengauditan
diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum
Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:
Pajak
pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban
PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN)
sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada
akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan
kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal
berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu
tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam
mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
Penurunan
nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih
tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp
6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Bantuan
pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif
sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh
manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian
dari hutang.
Manajemen
PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak
tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan
pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan
pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik
terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik.
Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT
KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik.
Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera
diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah,
akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik. Kasus PT
KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi
berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena
tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang
sangat menyesatkan. Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005
disinyalir
telah dimanipulasi oleh pihak – pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan
dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar
akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa
diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan
Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari
standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Aplikasi kode etik :
Sampai saat
ini belum ada seorang auditor yang mendapatkan sanksi pemberhentian praktek
audit oleh dewan kehormatan dikarenakan melakukan pelanggaran terhadap kode
etik dan standar profesi akuntansi, namun demikian bukan berarti seorang
akuntan dapat bekerja seenaknya.
Akuntan tidak independen bila selama periode audit dan periode penugasan profesional nya, baik akuntan, Kantor Akuntan Publik (KAP), maupun orang dalam KAP memberikan jasa-jasa nonaudit. Hal yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggung jawab untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggung jawab akuntan profesional bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi kerja, tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang ahrus menaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik.
Oleh karena itu seorang akuntan profesional harus mematuhi prinsip-prinsip fundamental etika akuntan atau kode etik akuntan yang meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kode etik yang disusun oleh SPAP adalah kode etik International Federation of Accountants (IFAC) yang diterjemahkan. Jadi antara kode etik SPAP Indonesia dengan kode etik IFAC internasional tidak ada perbedaan yang signifikan, karena kode etik SPAP memang mengadopsi pada kode etik IFAC.
Sumber :