Senin, 17 November 2014

Analisis Kebijakan Pembangunan Pertanian di Indonesia

Artikel Ekonomi : Analisis Kebijakan Pembangunan Pertanian di Indonesia

Artikel Ekonomi. Pada kesempatan ini kita akan melakukan Analisa Kebijakan Pembangunan Pertanian di Indonesia, berikut paparannya :
Pembangunan Pertanian di Indonesia merupakan hal terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia : (1) potensi sumberdayanya yang besar dan beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, (3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, dan (4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan.
            Pada era reformasi, paradigma pembangunan pertanian meletakkan petani sebagai subyek, bukan semata-mata sebagai peserta dalam mencapai tujuan nasional. Karena itu pengembangan kapasitas masyarakat guna mempercepat upaya memberdayakan ekonomi petani, merupakan inti dari upaya pembangunan pertanian/pedesaan. Upaya tersebut dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat pertanian menjadi mandiri dan mampu memperbaiki kehidupannya sendiri. Peran Pemerintah adalah sebagai stimulator dan fasilitator, sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat petani dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan pada paradigma tersebut maka visi pertanian memasuki abad 21 adalah "pertanian modern, tangguh dan efisien". Untuk mewujudkan visi pertanian tersebut, misi pembangunan pertanian adalah "memberdayakan petani menuju suatu masyarakat tani yang mandiri, maju, sejahtera dan berkeadilan". Hal ini akan dapat dicapai melalui pembangunan pertanian dengan strategi:
(1)          Optimasi pemanfaatan sumber daya domestik (lahan, air, plasma nutfah, tenaga kerja, modal dan teknologi);
(2)          Perluasan spektrum pembangunan pertanian melalui diversifikasi teknologi, sumber daya, produksi dan konsumsi;
(3)          Penerapan rekayasa teknologi pertanian spesifik lokasi secara dinamis;
(4)          Peningkatan efisiensi sistem agribisnis untuk meningkatkan produksi pertanian dengan kandungan IPTEK dan berdaya saing tinggi, sehingga memberikan peningkatan kesejahteraan bagi petani dan masyarakat secara berimbang.

PRIORITAS PEMBANGUNAN DI INDONESIA TAHUN 2010
            Prioritas pembangunan berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010, sebagai berikut:
Prioritas 1. Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat serta Penataan Kelembagaan dan Pelaksanaan Sistem Perlindungan Sosial.
Prioritas 2. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Indonesia.
Prioritas 3. Pemantapan Reformasi Birokrasi dan Hukum, serta Pemantapan Demokrasi dan Keamanan Nasional.
Prioritas 4.  Pemulihan Ekonomi yang Didukung oleh Pembangunan Pertanian, Infrastruktur dan Energi.
Prioritas 5. Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
            Beberapa rumusan kebijakan pembangunan sektor pertanian yang penting yang disusun berdasarkan hasil kajian sebagai berikut:
(1)     Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian;
(2)     Kebijakan Reservasi Lahan Sawah di Jawa;
(3)     Kebijakan Kemandirian Pangan Nasional;
(4)     Kebijakan Penentuan Harga Dasar Pembelian Gabah;
(5)     Kebijakan Peningkatan Tarif Gula untuk Meningkatkan Pendapatan Petani Tebu;
(6)     Kebijakan Harga Air Irigasi;
(7)     Kebijakan Tarif Impor Paha Ayam dalam Melindungi Industri Perunggasan Nasional;
(8)     Kebijakan Tata Niaga dan Distribusi Pupuk Bersubsidi di Indonesia;
(9)     Kebijakan Percengkehan Nasional.


IMPLEMENTASI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PERTANIAN
            Sejalan dengan perubahan tatanan politik di Indonesia yang mengarah pada era domokratisasi serta perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi, maka pembangunan sektor pertanian dimasa datang dihadapkan pada dua tantangan pokok sekaligus. Tantangan pertama adalah tantangan internal yang berasal dari domestik, dimana pembangunan pertanian tidak saja dituntut untuk mengatasi masalah-masalah yang sudah ada, namun dihadapkan pula pada tuntutan demokratisasi yang terjadi di Indonesia. Sedangkan tantangan kedua adalah tantangan eksternal, dimana pembangunan sektor pertanian diharapkan mampu untuk mengatasi era globalisasi dunia. Kedua tantangan internal dan eksternal tersebut sulit dihindari dikarenakan merupakan kesepakatan nasional yang telah dirumuskan sebagai arah kebijakan pembangunan nasional di Indonesia.
            Menurut Samsul Bahari (Kompas, 15 Maret 004), persoalan pangan tidak hanya terkait dengan konsumsi dan produksi tetapi juga soal daya dukung sektor pertanian yang komprehensif. Ada empat aspek yang menjadi pra-syarat melaksanakan pembangunan pertanian: (1) akses terhadap kepemilikan tanah, (2) akses input dan proses produksi, (3) akses terhadap informasi dan pasar, dan (4) akses terhadap kebebasan.
            Dari ke-empat pra-syarat tersebut, nampaknya yang belum dilaksanakan secara konsisten adalah membuka akses petani dalam kepemilikan tanah dan membuka ruang kebebasan untuk berorganisasi dan menentukan pilihan sendiri dalam berproduksi. Pemerintah hingga kini selalu menghindari kedua hal itu karena dianggap mempunyai resiko tinggi. Kebijakan pemerintah lebih banyak difokuskan pada produksi dan pasar.
            Dengan melihat potensi sumberdaya yang dimiliki Indonesia, Stighlitz (2004) memberikan beberapa saran yang perlu diperhatikan ketika akan menyusun dan merumuskan kebijakan pembangunan pertanian. Saran-saran tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:
(1)     Usaha pengembangan ekonomi lebih difokuskan pada sektor yang menghidupi mayoritas penduduk yaitu penduduk di pedesaan yang berprofesi sebagai petani;
(2)     Program industrialisasi mestinya difokuskan pada aktivitas yang memiliki keterkaitandengan kepentingan mayoritas;
(3)     Pendidikan menjadi pra-syarat utama pembangunan dan ini harus dapat dijangkau oleh golongan mayoritas;
(4)     Dalam pembangunan Pertanian, prioritas bukan sekedar memproduksi komoditi, tapi penciptaan nilai tambah (value added);
(5)     Industrialisasi harus terkait dengan kepentingan petani
(6)     Sebagian besar hasil pertanian terutama perkebunan masih diolah di luar Indonesia, misalnya karet, crude plam oil/CPO, kakao, dll. Hal ini sebenarnya sangat mendukung industrialiasi, oleh karena itu sebaiknya produk bukan dijual sebagai. barang mentah.
(7)     Terkait dengan efisiensi, program swastanisasi/privatisasi perlu persiapan, karena liberalisasi yang terburu-buru akan sangat berbahaya
(8)     Peran dan intervensi pemerintah untuk memberi prioritas pada ”mayoritas” tetap diperlukan, bukan sepenuhnya diserahkan pada “market mechanism” (invisible hand)
(9)     Perlu keseimbangan antara kepentingan pasar dan capur tangan dan atau peran pemerintah.
            Sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal:
1.      Menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang kian meningkat;
2.      Meningkatkan akan permintaan barang produk industri dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier;
3.      Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus menerus;
4.      Meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi Pemerintah;
5.      Memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan.

KESIMPULAN
            Arah kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia saat ini tentang pentingnya pembangunan pertanian khususnya di pedesaan seringkali didengung-dengungkan, namun dalam kenyataannya tetap saja pemberdayaan petani masih kurang diperhatikan. Melihat kondisi pertanian saat ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1.        Pendapatan petani masih rendah baik secara nominal maupun secara relatif dibandingkan dengan sektor lain;
2.        Usaha pertanian yang ada didominasi oleh ciri-ciri:
a.    skala kecil,
b.   modal terbatas,
c.    teknologi sederhana,
d.   sangat dipengaruhi musim,
e.    wilayah pasarnya lokal,
f.     umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran tersembunyi),
g.   akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah,
h.   Pasar komoditi pertanian sifatnya mono/oligopsoni sehingga terjadi eksploitasi harga pada petani.
3.        Pendekatan parsial yang yang bertumpu pada peningkatan produktifitas usahatani yang tidak terkait dengan agroindustri. Hal ini menunjukkan fondasi dasar agribisnis belum terbentuk dengan kokoh sehingga sistem dan usaha agribisnis belum berkembang seperti yang diharapkan, yang terjadi kegiatan agribisnis masih bertumpu pada kegiatan usahatani.
4.        Pembangunan pertanian yang ada kurang terkait dengan pembangunan pedesaan.
5.        Kurang memperhatikan aspek keunggulan komparatif yang dimiliki wilayah. Pembangunan agribisnis yang ada masih belum didasarkan kepada kawasan unggulan.
6.        Kurang mampu bersaing di pasaran, sehingga membanjirnya impor khususnya komoditas hortikultura.
7.        Terdapat senjang produktivitas dan mutu yang cukup besar sehingga daya saing produk pertanian Indonesia masih mempunyai peluang yang sangat besar untuk ditingkatkan.
8.        Pangsa pasar ekspor produk pertanian Indonesia masih kecil dan sementara kapasitas dan potensi yang dimilikinya lebih besar.
9.        Kegiatan agroindustri masih belum berkembang. Produk–produk perkebunan semenjak zaman Belanda masih berorentasi pada ekspor komoditas primer (mentah)
10.    Terjadinya degradasi kualitas sumberdaya pertanian akibat pemanfaatan yang tidak mengikuti pola-pola pemanfaatan yang berkelanjutan .
11.    Masih lemahnya kelembagaan usaha dan kelembagaan petani. Usaha agribisnis skala rumahtangga, skala kecil dan agribisnis skala besar belum terikat dalam kerjasama yang saling membutuhkan , saling memperkuat dan saling menguntungkan. Yang terjadi adalah penguasaan pasar oleh kelompok usaha yang kuat sehingga terjadi distribusi margin keuntungan yang timpang (skewed) yang merugikan petani.
12.    Lemahnya peran lembaga penelitian, sehingga temuan atau inovasi benih/ bibit unggul sangat terbatas
13.    Lemahnya peran lembaga penyuluhan sebagai lembaga transfer teknologi kepada petani, setelah era otonomi daerah.
14.    Kurangnya pemerintah memberdayakan stakeholder seperti perguruan tinggi, LSM, dalam pembangunan pertanian.
15.    Lemahnya dukungan kebijakan makro ekonomi baik fiscal maupun moneter seperti kemudahan kredit bagi petani, pembangunan irigasi maupun pasar, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar