Mengapa Character Building itu
penting? - Perjalanan dan
pengalaman hidup yang dimulai dari sejak kecil, disadari maupun tidak
disadari dapat mempengaruhi seseorang dalam menjalani kehidupannya di saat
sekarang dan yang akan datang dan membentuk dirinya dengan karakter-karakter
yang didapatnya. Mereka dapat mengembangkan diri dengan sangat baik, penuh
semangat dan berprestasi, bisa juga dapat membatasi dirinya, kurang percaya
diri, penakut dan hidup dalam bayang-bayang negatif masa lalunya.
Membicarakan
mengenai character building kedengarannya cukup klise dan nyaris
tanpa makna. Ungkapan ini sering kali diucapkan oleh para politisi, praktisi
pendidikan, pemimpin organisasi. Akan tetapi, selama ini ungkapan tersebut
sepertinya belum meninggalkan apa-apa bagi pembangunan bangsa pada umumnya.
Bahkan, ungkapan character buildingsudah
lama tidak terdengar dan semakin pudar gaungnya.
Dalam konteks
yang luas, masalah character building masih merupakan suatu isu
besar, bahkan amat besar. Semua masalah di negeri ini; korupsi, lemahnya
penegakan hukum dan HAM,konflik agama dan suku, disintegrasi bangsa, kekerasan
dan terorisme, kemiskinan dan pengangguran, kasus kejahatan dan masih banyak
lagi adalah lahir dari tidak adanya watak yang jelas dan kokoh dalam diri kita.
Kita lihat saja,
akhir-akhir permasalahan yang menimpa bangsa kita begitu kompleks dan datang
bertubi-tubi. Mulai dari kasus Century, kasus Nazaruddin dan Gayus Tambunan,
peledakan bom, konflik di Maluku dan Papua, kekerasan terhadap agama lain dan
kelompok minoritas, maraknya ajaran sesat dan orang yang mengaku nabi, tawuran
antarpelajar dan antarkampung di Jakarta dan sederetan masalah pelik lainnya,
yang beberapa di antaranya tidak bisa tuntas sampai hari ini. Hal ini
menggambarkan betapa rapuh dan lemahnya karakter bangsa ini.
Bertitik tolak
dari kenyataan di atas, maka menurut penulis sudah saatnya pendidikan character
building secara
komprehensif kita galakkan kembali. Mengapa demikian? Sebab pendidikan character
building adalah
sangat signifikan untuk saat ini untuk memperbaiki kondisi bangsa yang kian
carut-marut ini. Dan character building yang dimaksud di sini tidak sekedar
seperti apa yang diajarkan di sekolah maupun kampus saja, tapi meliputi
berbagai aspek kehidupan dan berbagai elemen masyarakat yang ada.
Lalu, siapa saja
yang bertanggung jawab terhadap pendidikancharacter
building? Tugas ini tidak hanya dibebankan kepada guru atau dosen
semata, tapi setiap diri pribadi dari bangsa ini memiliki tanggung jawab akan
hal itu. Tidak hanya oleh sekolah atau kampus, tapi juga dilakukan oleh
instansi pemerintah dan swasta, lembaga dan LSM, perusahaan, organisasi,
perkumpulan atau komunitas, hingga pranata terkecil yaitu keluarga. Bahkan,
pendidikan character buildingdi
lingkungan keluarga adalah sangat vital dan menentukan serta menjadi tolok-ukur
keberhasilan sebuah pendidikan. Keluarga adalah tempat yang utama dan pertama
dalam membangun karakter positif dan menanamkan nilai-nilai.
Menurut penulis,
pendidikan character building dapat dilakukan melalui tiga tahap,
yaitu:
1.Personal Character Building
Pembangunan
karakter ini bersifat individu, yaitu berbagai nilai dan perilaku yang
seharusnya dimiliki oleh setiap orang dan menjadi ciri khas kepribadiannya.
Elemen-elemen karakter individu ini meliputi:
a.Keimanan/keyakinan
Masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Oleh karena itu, setiap warga negara
seharusnya memiliki keimanan yang kuat dan mau menjalankan perintah agamanya
masing-masing secara baik dan konsisten. Orang yang beriman akan selalu takut
kepada Tuhan dan berusaha untuk berbuat baik kepada sesama. Ia tidak akan mau
melakukan perbuatan-perbuatan yang membuat murka Tuhan maupun yang merugikan
orang lain.
Oleh karena itu,
pendidikan agama sangatlah penting. Sekalipun demikian, masih banyak para orang
tua yang menyerahkan pendidikan agama anak-anaknya ke sekolah, pesantren,
masjid atau lembaga pendidikan lainnya. Padahal, penanaman nilai-nilai keimanan
dan pokok-pokok agama harus diterapkan sejak dini di dalam keluarga. Orang tua
memegang peran dan tanggung jawab utama dalam hal ini.
Kita lihat saja,
terutama di sekolah-sekolah umum, persentase pendidikan agama kecil sekali,
bahkan hanya dua jam pelajaran dalam seminggu. Itupun lebih cenderung bersifat
kognitif semata. Selain itu, jika orang tua tidak berhati-hati, tak jarang
anaknya belajar agama secara salah dan masuk dalam perangkap ajaran sesat.
Peranan agama
dalam pendidikan karakter individu sangatlah besar. Beragama secara baik akan
membuahkan perilaku yang baik pula. Keimanan akan dijadikan dasar dalam setiap
langkah dan perbuatan. Penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari
akan membentuk karakter individu dalam berbagai aspek. Inilah dasar pokok yang
harus dimiliki oleh setiap orang di negeri ini.
Jika setiap orang
telah memiliki iman yang kuat dan pengamalan ajaran agama secara baik, ia tidak
mungkin akan melakukan perbuatan-perbuatan seperti menyakiti orang lain,
menyebar isu, memprovokasi dan memfitnah, ikut ajaran sesat, korupsi dan
mencuri, malas bekerja, tidak toleran, berbuat jahat dan lain sebagainya.
b.Kejujuran
Setelah keimanan,
elemen berikutnya yang tak kalah pentingnya adalah nilai kejujuran, yang
merupakan representasi dari keimanan itu sendiri. Di zaman sekarang ini,
mungkin kejujuran adalah barang langka. Banyak sekali orang yang pintar, tapi
sangat sedikit orang yang jujur. Mudah sekali menemukan orang yang pintar, tapi
sangat sulit menemukan orang yang jujur. Walau pada kenyataannya masih cukup
banyak orang jujur di Indonesia ini, tapi mereka tak berdaya menghadapi
kelompok kecil manusia yang korup dan punya kekuasaan.
Kita seharusnya
malu menjadi bangsa yang suka mengklaim sebagai negara yang penduduknya agamis,
sementara para praktik kehidupan sehari-hari kita tidak memiliki kejujuran. Di
satu sisi kita mengaku beriman, kita melaksanakan shalat, tapi di sisi lain
kita juga melakukan korupsi, menipu, berbohong, bersumpah palsu, merekayasa dan
sejenisnya. Seakan-akan agama hanyalah simbol semata, seakan-akan shalatnya
hanyalah pura-pura belaka.
Orang rela
berkata dan berbuat tidak jujur hanya demi meraih kekuasaan dan kekayaan. Orang
rela berbohong dan bersumpah palsu demi terbebas dari jeratan hukum dan pengadilan.
Orang bersedia merekayasa fakta dan data demi tercapainya kepentingan pribadi
dan golongan.
Di abad informasi
seperti sekarang ini, kejujuran dalam hal berita dan tulisan juga sangat
penting. Masih banyak kita temui informasi yang menyesatkan, berita yang
membingungkan dan tidak jelas, berita yang tidak jujur dan fair. Bahkan, tak
jarang penulis yang berbuat curang dan culas demi sebuah ketenaran, seperti
plagiat, menjiplak, atau mengakui karya orang lain sebagai karyanya sendiri.
Menurut saya, satu-satunya
cara untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran pada individu adalah memberikan
pemahaman agama yang baik dan benar. Orang yang takut pada Tuhan, otomatis
takut juga untuk berbuat tidak jujur. Orang yang percaya pada hari akhirat, ia
juga percaya bahwa setiap perbuatan – sekecil apapun – akan mendapatkan balasan
setimpal. Orang yang beriman akan yakin bahwa setiap ketidakjujuran, akibatnya akan
kembali pada diri sendiri.
c.Kerja Keras
Setelah keimanan
dan kejujuran, elemen penting dari karakter pribadi yang perlu dibangun adalah
kerja keras. Inilah karakter yang mulai menurun pada bangsa ini, terlebih yang
terjadi pada para pejabat dan pegawai. Sebagian dari mereka memilih “kerja
pintas” untuk meraih kesuksesan dan kekayaan. Inilah yang membuat mereka
melakukan korupsi, penyelengan dan penyimpangan, penyalahgunaan wewenang,
rekayasa dan semacamnya. Mereka lupa bahwa untuk memperoleh sesuatu harus
melalui kerja keras dan perjuangan. Tidak ada yang instan di dunia ini.
Selain itu, tidak
adanya karakter kerja keras juga menimpa rakyat jelata kita. Mereka tetap dalam
kemiskinan, mereka tetap dalam kebodohan, mereka tetap terbelakang, karena
mereka tidak mau berusaha mengubah hidup mereka. Akibatnya, kondisi itu
merangsang mereka untuk berbuat kejahatan, seperti mencuri, merampok, menjarah,
membunuh, menjadi gelandangan, menjadi pengemis, menjadi pekerja seks dan
penyakit sosial lainnya. Bagaimana mungkin mereka akan andil dalam pembangunan
bangsa, sementara memenuhi kebutuhan primer saja mereka belum mampu.
d.Kemandirian
Kemandirian juga
termasuk karakter individu yang penting untuk membangun bangsa. Karakter ini
seharunya dibentuk sejak kecil dan dimulai dari keluarga. Mulai dari hal-hal
sepele, seperti mencuci pakaian sendiri, menyiapkan kebutuhan sekolah sendiri,
hingga perilaku kreatif, seperti kemampuan mencipta atau membuat barang/produk,
berlatih mencari penghasilan sendiri dan sebagainya.
Begitu pula
dengan kondisi lapangan kerja yang sulit seperti sekarang ini, maka seseorang
dituntut untuk bisa mandiri, dalam arti mampu menciptakan lapangan kerja
sendiri. Tidak hanya mengharap pada pemerintah untuk membuka lapangan kerja atau
malah pasrah dengan keadaan.
Sedangkan secara
nasional, kemandirian dapat diartikan kemampuan negara untuk berdiri di atas
kaki sendiri, tidak tergantung pada negara lain. Jika hal ini bisa dilakukan,
tidak akan ada lagi istilah hutang ke IMF, hutang ke Bank Dunia atau hutang
yang diwariskan ke anak-cucu generasi bangsa.
2.Community Character Building
Kita hidup dalam
masyarakat (komunitas) yang heterogen. Berbeda agama, suku bangsa, bahasa,
adat-istiadat, budaya, pendidikan, sejarah dan sebagainya. Agar kehidupan bisa
berjalan dengan baik dan rukun, maka setiap kelompok atau golongan harus
memiliki karakter sebagai berikut:
a.Saling
Menghormati dan Menghargai
Inilah karakter
penting yang harus ditumbuhkembangkan dalam masyarakat yang plural. Timbulnya
berbagai konflik dan gesekan biasanya berakar dari tiadanya sikap saling
hormat-menghormati dan menghargai antarkelompok dan golongan yang ada. Hindari
juga sikap fanatisme golongan, merasa paling baik, merasa lebih tinggi dari
yang lain, merasa mayoritas dan berbagai sikap lainnya yang bisa memicu
pertentangan.
.Sikap Toleransi
Ini juga termasuk
karakter yang mulai pudar dalam masyarakat kita. Sebagian dari kita tidak
menyadari bahwa kita hidup dalam masyarakat yang majemuk. Masing-masing
kelompok dan golongan tentu memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga
negara. Kita tidak boleh memaksakan keinginan dan kehendak kita kepada kelompok
lainnya. Wujud dari sikap toleransi adalah kita memberikan kebebasan kepada
orang atau golongan lain untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan
mereka, serta memberi ruang kepada etnik lain untuk melakukan ritual budaya dan
tradisi leluhur mereka. Kasus penutupan atau penyerangan gereja, bentrokan
fisik dengan warga Ahmadiyah adalah contoh tidak adanya sikap toleransi dalam
masyarakat kita.
c.Saling
Bekerjasama dan Tolong-Menolong
Untuk mencapai
tujuan bersama, diperlukan kerjasama dan tolong-menolong antarkelompok
masyarakat yang ada. Kita tidak mungkin meraih kesejahteraan dan kemakmuran
jika harus berjalan sendiri-sendiri. Masing-masing kelompok memiliki kelebihan
dan kekurangannya. Untuk itulah, semua potensi yang ada perlu disatu-padukan
agar terbentuk kekuatan baru dalam pembangunan.
Jika ketiga
karakter bermasyarakat di atas bisa terlaksana dengan baik, maka akan terwujud
sebuah masyarakat yang damai, tenang, aman, adil dan rukun.
3.Nation Character Building
Setelah setiap
orang memiliki karakter individu seperti telah diuraikan di atas, demikian
halnya setiap kelompok yang ada dalam masyarakat juga telah menunjukkan
karakter komunitasnya, maka tidaklah sulit untuk mewujudkan pendidikan karakter
bangsa (nation character
building). Maka selanjutnya, secara nasional, karakter yang harus
dibangun adalah:
a.Jiwa Persatuan
dan Kesatuan
Indonesia terdiri
dari berbagai agama, suku bangsa, bahasa, adat-istiadat dan budaya. Oleh karena
itu, persatuan dan kesatuan bangsa perlu dijaga dan dilestarikan. Setiap elemen
bangsa perlu menyadari arti pentingnya Bhinneka Tunggal Ika, termasuk
menjalankan isi Sumpah Pemuda dalam kehidupan berbanga dan bernegara. Kita
lebih mengedepankan semangat keindonesiaan daripada semangat kelompok atau
golongan.
Jika kita
bersatu, maka kita akan kuat dan kokoh. Jika kita bersatu, maka berbagai
permasalahan bangsa akan dengan mudah diatasi. Tidak akan ada lagi perpecahan
dan permusuhan, tidak ada lagi separatisme atau yang hendak merdeka dan mendirikan
negara sendiri. Konflik di Maluku dan Papua akhir-akhir ini menunjukkan bahwa
jiwa persatuan dan kesatuan kita belumlah tertanam dengan baik dan menjadi
karakter setiap elemen bangsa.
b.Merasa Senasib
dan Sepenanggungan
Pengalaman
dijajah oleh beberapa bangsa Eropa dan Asia Timur, membuat kita merasa senasib
dan sepenanggungan. Kita adalah bersaudara. Untuk itu, kita perlu bahu-membahu
dan berjuang demi tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia dan demi
terlaksananya pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Kesalahan dalam Pendidikan Kita
Pendidikan Character
Building yang
ada di sekolah maupun di kampus diformulasikan
menjadi pelajaran agama,pelajaran kewarganegaraan, atau pelajaran budi pekerti,
yang programutamanya ialah pengenalan nilai-nilai secara kognitif semata.
Paling-
paling mendalam sedikit sampai ke penghayatan nilai secara afektif.
paling mendalam sedikit sampai ke penghayatan nilai secara afektif.
Padahal,
pendidikan watak seharusnya membawa anak ke pengenalan nilaisecara kognitif,
penghayatan nilai secaraafektif,
akhirnya kepengamalan nilai secara nyata. Dari
sinilah dibutuhkan keinginan
yangsangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai. Dan langkah untuk membimbing
anak membulatkan tekad inidisebut langkah konatif.
Jadi dalam
pendidikan watak, urut-urutan langkah yang harus terjadiialah langkah pengenalan
nilai secara kognitif, langkah memahami danmenghayati nilai secara afektif, dan
langkah pembentukan tekad secarakonatif. Ini trilogi klasik pendidikanyang oleh Ki Hajar Dewantara diterjemahkandengan kata-katacipta, rasa, karsa.
Sumber :
1. Abdul Latief, Melihat
Tanpa Mata, Gong Publishing,2010
2. Malcolm
Gladwell, Blink*Kemampuan Berfikir Tanpa Berfikir,
Gramedia,2006
3. Dr. Andhyika P.
Sedyawan, Amazing You: Resep Rahasia
Kehidupan Luar Biasa, RAS, 2011
4.http://www.kompasiana.com/m.trimanto/character-building-modal-dasar-nation-building_55096be98133114e70b1e17f ( time access; 3 November 2011 08:35:18 Diperbarui: 25 Juni 2015 23:44:00)
Analisis:
Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwaCharacter Building adalah modal dasar untuk membangun
bangsa. Tanpa sumber daya manusia yang memiliki karakter yang kuat dan
berkualitas, bangsa ini akan rapuh dan hancur. Tak mungkin
kita menyerahkan kepemimpinan negeri ini kepada yang memiliki karakter bejat
dan tak bermoral. Banyak negara-negara tetangga yang dapat
dijadikan contoh yang memiliki character Building yang dapat dibilang sangat
baik yaitu Jepang. Jepang yang pada dasarnya masyarakatnya memiliki karakter
pekerja keras, Jujur, dsb.
Berbeda di Indonesia, Maraknya budaya Barat yang
masuk menjadikan Indonesia semakin minim dalam membangun karakter seperti
mencontek, pergaulan bebas, tidak sopan, pemalas, berbohong di lingkup kecil,
sedangkan di ruang lingkup besar yang menjadikan Indonesia menjadi negara
terkorupsi ke 20 menurut survei IndonesiaCorruption Watch.Dalam hal ini, dibutuhkan character building(membangun karakter) untuk membangun suatu negara yang kokoh dan kuat karena dalam kehidupan bermasyarakat apalagi di zaman modern ini dibutuhkan sesuatu untuk menyaring budaya luar yang kurang sesuai dengan pedoman Pancasila dan untuk menyaring hal terseebut di perlu adanya pendidikan serta pembelajaran tentang bagaimana membangun karakter tersebut baik dari keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan sekitar dan ditanamkan sejak dini.
Namun, sebelum membangun karakter tersebut erlu adanya pemahaman mengenai apa itu character building(membangun karakter), manfaat dari character building(membangun karakter), penting tidaknya character building dimasyarakat. Dalam membangun karakter yang sesuai tidaklah instan karena membutuhkan waktu yang sangat lama. Ibarat rumah, untuk mendapatkan rumah yang kokoh, kuat, dan tahan lama dibutuhkan material yang matang untuk membangun kerangka yang dengan benar agar nantinya terbentuk rumah yang diinginkan tersebut. Namun, dalam hal membangun karakter banyak komponen yang harus dilibatkan seperti instusi lembaga pendidikan, orang tua dan masyarakat sehingga berjalan dengan ideal dengan harapan bersama. Agar nantinya dapat menjalin hidup bermasyakat dengan memiliki sifat karakter seperti tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang sesuai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar